Dulu sewaktu SD, ada lagu yang wajib dihafal setiap siswa. Judulnya “Lihat Kebunku” penciptanya Ibu Sud. liriknya begini : Lihat kebunku. Penuh dengan bunga. Ada yang putih dan ada yang merah. Setiap hari kusiram semua. Mawar melati semuanya indah. Sampai sekarang lagu itu masih tetap saya hafal.

Apalagi ketika tadi siang saya menjumpai banyak sekali bunga. Ketika menghadiri undangan resepsi pernikahan. Acaranya yang dilaksanakan di hotel. Tempatnya di lantai tujuh. Ketika keluar dari lift hotel, amboi rancak bana. Banyak sekali bunga. Seperti berada di kebun bunga.

Saya bukan pengamat pernikahan, ataupun bekerja di lembaga pernikahan. Tapi sering menyaksikan sendiri, setiap ada pernikahan, pasti ada bunga. Dan bunga yang wajib ada adalah melati dan mawar.

Konon bunga melati melambangkan kesucian dan spritualisme. Harapannya pernikahan itu yang dilandasi niat yang suci semata-mata untuk melaksanakan perintah Tuhannya. Sedangkan Bunga mawar, melambangkan gairah, ketulusan dan kemurnian. Dua sejoli yang dimabuk asmara disatukan dalam satu ikatan pernikahan.

Jadilah dua keinginan yang sama yang saling menggebu-gebu. Bersatu dalam satu gairah asmara yang halal.

Sejatinya syarat sah pernikahan itu ada lima. Adanya mempelai, wali, saksi, mahar dan ijab Kabul. Tapi menurut saya perlu ditambah syarat ke enam. Yaitu adanya bunga.

Sampai saat ini, sebenarnya saya masih sering keliru membedakan nama-nama bunga dan bentuknya. Bisa dikatakan saya tuna aksara. Maksudnya tuna aksara bentuk bunga.

Satu-satunya bunga yang saya hafal mati dari dulu hingga selama-lamanya, adalah bunga bank.

Sentani, 21 Juli 2019.